*==[[ Terimakasih Atas Kunjungannya ]]==*

1. Worldview
2. Ad-Dien
3. Wajah Barat
4. Tuhan Filsafat
5. Membangun Peradaban
6. Fe-Minus
7. Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam
8. Poligami and Married Siri
9. Berpolitiklah Secara Islami
10. Saat Nyawa di Tangan Manusia
11. Reasons and Prosedure Polygamy
12. Social Order Creating Fair in Islam
13. Islamic Law at Indonesian Waris
14. Pemimpin Yang Alim
15. Fakta Sejarah
16. Aslim Taslam
17. Pluralisme
18. Blasphemy
19. Ideology Pancasila
20. 5 Prinsip Menyikapi Faham Islam Liberal
21. Religius Humanis
22. Kesalahpahaman Makna Jihad
23. Madzhab Yang Beda
24. Islamisasi Ilmu
25. Liberalisme<< Batu Sandungan Pemikiran
26. Gender dalam Perspektif Islam
27. Konsep Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman
28. Konstitusi Piagam Madinah
29. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
30. Uzlah Dalam Pandangan Dr. Wahbah Zuhaili
31. Yasinan dan Tahlilan
32. Seni Keindahan Visual Menurut Dr. Yusuf Qardhawi
33. Islam Phobia
34. Hukum Memperingati Isra Mi'raj
35. Pernikahan Beda Agama
36. Zakat Konsep Harta yang Bersih
37. Budaya Ilmu dan Peradaban Buku
38. Virginisty vs Prostitusy
39. Aqidah Islam: Asas Kemenangan
40. Sepak Terjang Sekularisme
41. Hermeneutika Sebagai Produk Pandangan Hidup
42. Urgensi Pemberdayaan Umat Lewat Mesjid
43. Fatwa MUI Tentang Hak Cipta
44. Pendidikan Islam vs Pendidikan Barat
45. Film "?" Apa maunya ?
46. Menjaga Pemikiran di Bulan Ramadhan
47. Sunni-Syiah dalam Nauangan Khilafah
48. Mitos Tentang Perayaan Natal Bersama
49. Interfaith Dialogue dan Relativisme Beragama
1. Arti Cinta Dalam Kehidupan
2. Looser or Winner
3. What Is Love
4. Aku Ingin Menjadi Detik
5. Bila Hati Berbalut Cemas
6. Berwudhu dan Memandang dengan Syahwat
7. Bersikap
8. Aku tak Pantas Berharap Surga
9. Istighfar dan Taubat adalah Kunci Rizki
10. Indahnya Istiqomah
11. Hanya Allah Temapt Bergantung
12. Untukmu Ibu
13. Istimewanya Seorang Wanita Muslimah
14. Tanamkan Akidah Sejak Usia Dini
15. What is Love..??
16. Definition of Love
17. Taukah Anda Hai Wanita..?
18. Sifat Alam Tersirat dalam Al-Qur’an
19. Perluasan Alam Semesta di Al Qur’an
20. Pengetahuan Sidik Jari di Al Qur’an
21. Masalah Genetka di Al Qur’an
22. Mahluk-Mahluk Bercahaya
23. Lauh Mahfuzh Kitab Terpelihara
24. Langit yang mengembalikan
25. Kematian Sejati
26. Kebesaran Allah pada Planet Bumi
27. Keajaiban Tumbuhan
28. Islam Menyelesaikan Permasalahan
29. Fisika Kimia Kenyataan Ghaib
30. Dimensi Lain dalam Materi
31. Berita Masa Depan
32. Bagian I Sejarah Berdarah Komunisme
33. Bagian II Manusia Bukan Hewan
34. Sang Legenda Buya Hamka
35. Homeschooling,Alternatif Pendidikan
36. Qiyas
37. Maslahat Mursalah
38. Saddudz Dzariah
39. 'Urf
40. Singa Padang Pasir Khalid bin Walid
41. Siapa sebenarnya ahli sunnah waljama'ah..??
42. Biografi Sang Proklamator
43. Biografi Wahbah Zuhaili
44. Hikmah Diharamkannya Menikahi Saudara Perempuan
45. Mari Menangis
46. Wudhu Sarana Refleksi
47. Fatwa_Fatwa Nikah
48. Hakekat Memakai Jilbab
49. Ibn Khaldun-Bapa Sejarah Kebudayaan
50. Al-Faraby: Ahli SEjarah Sekaligus Ilmuwan
51. Ibn Battuta-Sang Pengembara
52. Ibn Rusyd- Ahli Falsafah, Kedokteran & Ilmu Fiqh
53. Ibn Sina-Bapa Perobatan Modern
54. Hikmah DI Haramkannya Babi
55. Ar Razy, Bapak Pakar Sains
56. Ibnu Taimiyah
57. Al-Haitam- Bapak Optik Modern
58. Potret Imam Syafii:Sang Mujaddid
59. Manusia VS Mayat
60. Ilmu Laduni
61. 4 Tanda Sholat Diterima
62. Mengingat Kematian
63. Ayah !!Ayo kita Sholat...
64. Hormati Ibumu
65. Ya Allah..!!
66. Pikirkan dan Syukurilah..!!
67. Kelola Hati Nuranimu Hingga Memancarkan Hikmah
68. Orang-orang yang dido'akan Malaikat
69. Yang Lalu Biarlah Berlalu
70. 1001 Hikamh Shalat Subuh
71. 10 Sandaran Meneguhkan Iman
72. Memanfaatkan Waktu Pada Bulan Ramadhan
73. Hari Ini Adalah Milik Anda
74. Ingatkan Aku
75. Kata Non Muslim Tentang Muhammad
76. Tak Sesulit Yang Kita Bayangkan
77. Pahala Dua Kali Lipat
78. Mengenal Surat Al-Fatihah
79. Maraknya Bencana: Adzab apa Ujian ?
80. Bertambahnya Ni'mat
81. Kiat-kiat Rasulullah SAW
82. Miftahul Jannah (Kunci Surga)
83. Yang Paling dari Imam Al-Ghozali
84. Kumpulan Kata Motivasi Sang Khalifah
85. Surat Dari GAZA
86. Allah Lebih Dekat Dari Urat Nadi Manusia
87. Terapi Air Putih
88. Air Kehidupan
89. Nasehat KH. Hasan Abdullah Sahal
90. Mutiara dari "Sepatu Dahlan"

Pernikahan Beda Agama

          Dalam pandangan Islam, kehidupan keluarga akan terwujud secara sempurna jika suami-istri berpegang pada ajaran yang sama. Keduanya beragama dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga, dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan dan lain-lain.
       Islam dengan tegas melarang wanita Islam kawin dengan pria non-Muslim, baik musyrik maupun Ahlul Kitab. Dan pria Muslim secara pasti dilarang nikah dengan wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan.
      Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah perkawinan antara pria Muslim dengan wanita Kitabiyah. Berdasar dzahir ayat 221 surat Al-Baqarah. Menurut pandangan ulama pada umumnya, pernikahan pria Muslim dengan Kitabiyah dibolehkan. Sebagian ulama mengharamkan atas dasar sikap musyrik Kitabiyah. Dan banyak sekali ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah dari bentuk perkawinan tersebut mudah sekali timbul.
Perkawinan Beda Agama dalam Tinjauan Hukum Islam
           Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masail Fiqhiah berpendapat yang dimaksud dengan “perkawinan antar orang yang berlainan agama” disini ialah perkawinan orang Islam (pria/wanita) dengan orang bukan Islam (pria/wanita). Mengenai masalah ini, Islam membedakan hukumnya sebagai berikut :
1. Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik.
2. Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab.
3. Perkawinan antara seorang wanita Muslimah dengan pria non Muslim.
           Masjfuk menegaskan bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik. Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
وَلاَ تَنْكِحُوْا اْلمُشْرِكاَتِ حَتىَّ يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ... (البقرة : 221)
“Janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu”.
           Namun dikalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa musyrikah (wanita musyrik) yang haram dikawini itu?. Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, seorang ahli tafsir, bahwa musyrikah yang dilarang untuk dikawini itu ialah musyrikah dari bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada waktu turunnya Al-Quran memang tidak mengenal kitab suci dan menyembah berhala. Maka menurut pendapat ini seorang Muslim boleh kawin dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti Cina, India dan Jepang, yang diduga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci. Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini.
             Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah, baik itu dari bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, selain Ahlul Kitab, yakni (Yahudi dan Nashrani) tidak boleh dikawini. Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan Islam dan bukan pula Yahudi/Nashrani tidak boleh dikawini oleh pria Muslim, apapun agama ataupun kepercayaannya, seperti Budha, Hindu, Konghucu, Majusi/Zoroaster, karena pemeluk agama selain Islam, Kristen dan Yahudi itu termasuk kategori “musyrikah”.
              Maka Masjfuk mengatakan, bahwa hikmah dilarangnya perkawinan antara orang Islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan Islam (pria/wanita, selain Ahlul Kitab), ialah bahwa antara orang Islam dengan orang kafir selain Kristen dan Yahudi itu terdapat way of life dan filsafat hidup yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para Nabi, kitab suci, malaikat dan percaya pula pada hari kiamat. Sedangkan orang musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semuanya itu. Kepercayaan mereka penuh dengan khurafat dan irasional. Bahkan mereka selalu mengajak orang-orang yang telah beragama/beriman untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak mengikuti “kepercayaan/ideologi” mereka.
            Menurut Masjfuk, kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria Muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi dan Kristen), ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5:
... وَاْلمُحْصَنَاتُ مِنَ اْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا اْلكِتاَبَ مِنْ قَبْلِكُمْ... (المائدة : 5)
“Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wantia yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu”.
         Masjfuk menambahkan, bahwa Rasyid Ridha sependapat dengan Jumhur yang membedakan musyrikin/musyrikah disatu pihak dengan Ahlul Kitab (Kristen dan Yahudi) dipihak lain, sesuai dengan pengelompokan yang dibuat oleh Al-Quran, sekalipun pada hakikatnya Ahlul Kitab itu sudah melakukan “syirik” menurut pandangan tauhid Islam. Kaena itu perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi diperbolehkan agama, berdasarkan surat Al-Maidah ayat 5, sunnah dan ijma’.
          Menurut pandangan Masjfuk, hikmah diperbolehkannya perkawinan pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab ialah karena pada hakekatnya agama Yahudi dan Kristen itu satu rumpun dengan agama Islam, sebab sama-sama agama wahyu (revealed religion). Maka jika wanita Ahlul Kitab kawin dengan Muslim yang baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya, dapat diharapkan atas kesadaran dan kemauan sendiri masuk Islam karena ia dapat menyaksikan dan merasakan kebaikan dan kesempurnaan ajaran Islam, setelah ia hidup ditengah-tengah keluarga Islam.
           Yang terakhir Masjfuk mengatakan, bahwa ulama telah sepakat, bahwa Islam melarang perkawinan seorang wanita Muslimah dengan pria non Muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci seperti Kristen dan Yahudi (revealed religion) ataupun pemeluk agama yang mempunyai kitab serupa kitab suci, seperti Budhisme, Hinduisme, maupun pemeluk agama atau kepercayaan yang tidak punya kitab suci dan juga kitab yang serupa kitab suci, termasuk Animisme, Ateisme dan Politeisme.
         Adapun dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan kawin antara wanita Muslimah dengan pria non-Muslim ialah:
a. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
وَلاَ تُنْكِحُوْا اْلمُشْرِكِيْنَ حَتىَّ يُؤْمِنُوْا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ... (البقرة : 221)
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita yang mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu”.
b. Ijma para ulama tentang larangan perkawinan antara wanita Muslimah dengan pria non-Muslim.
           Menurut Masjfuk, hikmah dari larangan ini adalah karena dikhawatirkan wanita Islam itu kehilangan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agama suaminya, kemudian terseret kepada agama suaminya (non-Muslim). Demikian pula anak-anak yang lahir dari perkawinannya dikhawatirkan pula mereka akan mengikuti agama bapaknya, karena bapak sebagai kepala keluarga, terhadap anak-anak melebihi ibunya.
            Dalam hal ini Masjfuk menambahkan, fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa tiada sesuatu agama dan sesuatu ideologi di muka bumi ini yang memberikan kebebasan beragama, dan bersikap toleran terhadap agama/kepercayaan lain, seperta agama Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 120 :
“Orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka”.
Dan Allah berfirman surat An Nisa ayat 141 yang artinya :
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk melenyapkan orang-orang yang beriman”.
          Firman tersebut mengingatkan kepada umat Islam hendaknya selalu berhati-hati dan waspada terhadap tipu muslihat orang-orang kafir termasuk Yahudi dan Kristen, yang selalu berusaha melenyapkan Islam dan umat Islam dengan berbagai cara, dan hendaklah umat Islam tidak memberi jalan/kesempatan pada meraka untuk mencapai maksudnya, misalnya dengan jalan perkawinan muslimah dengan pria non Muslim.
        Courtenay Beale dalam bukunya Marriage Before and After, mengingatkan, bahwa pasangan suami-istri yang terdapat religious antagonism (perlawanan/permusuhan agama), misalnya perkawinan antara pemuda Katolik dengan pemudi Protestan atau Yahudi atau Agnostik, yang masing-masing yakin dan konsekuen atas kebenaran agama/ideologinya, maka akan sulit sekali menciptakan rumah tangga yang harmonis dan bahagia, karena masalah agama adalah masalah yang sangat prinsip dan sensitif bagi umat beragama.
           Menurut pengamatan Masjfuk, bahwa perkawinan antar orang yang berlainan agama bisa menjadi sumber konflik yang dapat mengancam keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga. Karena itu, tepat dan bijaksanalah bahwa agama Islam pada dasarnya melarang perkawinan antara orang Islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan Islam, kecuali pria Muslim yang kualitas iman dan Islamnya cukup baik, diperkenankan kawin dengan wanita Ahlul Kitab yang kaidah dan praktek ibadahnya tidak jauh menyimpang dari akidah dan praktek ibadah orang Islam.
           Sayang sekali bahwa akidah dan praktek ibadah Kristen dan Yahudi telah jauh menyimpang dari ajaran tauhid yang murni. Itulah sebabnya sebagian ulama melarang perkawinan antara pria Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi, walaupun secara tekstual berdasarkan Al-Quran surat Al-Maidah ayat 5, jelas membolehkannya.
         Menurut hemat Masjfuk, perkawinan antara orang Islam (pria/wanita) dengan orang non Islam, yang dilaksanakan di Kantor Catatan Sipil, tidaklah sah menurut hukum Islam, karena perkawinannya, tidak dilangsungkan menurut ketentuan syari’at Islam, sebab tidak memenuhi syarat dan rukunnya, antara lain tanpa wali nikah dan mahar/mas kawin serta tanpa ijab qabul menurut tata cara Islam.
         Dalam hal ini pantas kita hargai dan perhatikan permohonan Majelis Ulama Indonesia kepada Pemerintah DKI agar menginstruksikan kepada pegawai Catatan Sipil agar tidak mengizinkan perkawinan antara orang Islam dengan orang yang bukan Islam di Kantor Catatan Sipil.
         Akhirnya keluarlah Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991 menjadi hukum positif yang bersifat unikatif bagi seluruh umat Islam di Indonesia dan menjadi pedoman para hakim di lembaga peradilan agama dalam menjalankan tugas mengadili perkara-perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan dan perwakafan.
        Berdasarkan KHI pasal 40 ayat (c): “Dilarang perkawinan antara seorang wanita beragama Islam dengan seorang pria tidak beragama Islam”.
        Menurut hemat Masjfuk, larangan perkawinan tersebut oleh KHI mempunyai alasan yang cukup kuat, yakni:
Pertama; dari segi hukum positif bisa dikemukakan dasar hukumnya antara lain, ialah pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kedua; dari segi hukum Islam dapat disebutkan dalil-dalilnya sebagai berikut:
a. سَدُّ الذَّرِيْعَةِ artinya sebagai tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kemurtadan dan kehancuran rumah tangga akibat perkawinan antara orang Islam dengan non Islam.
b. Kaidah Fiqh دَرْءُ اْلمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ اْلمَصَالِحِ artinya, mencegah/menghindari mafsadah/mudharat atau resiko, dalam hal ini berupa kemurtadan dan broken home itu harus didahulukan/diutamakan daripada upaya mencari/menariknya ke dalam Islam (Islamisasi) suami/istri, anak-anak keturunannya nanti dan keluarga besar dari masing-masing suami istri yang berbeda agama itu.
c. Pada prinspnya agama Islam melarang (haram) perkawinan antara seorang beragama Islam dengan seorang yang tidak beragama Islam (perhatikan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221), sedangkan izin kawin seorang pria Muslim dengan seorang wanita dari Ahlul Kitab (Nashrani/Yahudi) berdasarkan Al-Quran surat Al-Maidah ayat 5 itu hanyalah dispensasi bersyarat, yakni kualitas iman dan Islam pria Muslim tersebut haruslah cukup baik, karena perkawinan tersebut mengandung resiko yang tinggi (pindah agama atau cerai). Karena itu pemerintah berhak membuat peraturan yang melarang perkawinan antara seorang yang beragama Islam (pria/wanita) dengan seorang yang tidak beragama Islam (pria/wanita) apapun agamanya, sedangkan umat Islam Indonesia berkewajiban mentaati larangan pemerintah itu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 50 ayat (c) dan pasal 44.
           Berangkat dari ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221 dan Al-Maidah ayat 5.
Al Jaziri membedakan orang-orang non-Muslim atas tiga golongan :
1. Golongan yang tidak berkitab samawi atau tidak berkitab semacam kitab samawi, yaitu penyembah berhala dan orang murtad (sama dengan mereka).
2. Golongan yang mempunyai semacam kitab samawi, mereka adalah orang-orang Majusi penyembah api.
3. Golongan yang beriman kepada kitab suci, mereka adalah Yahudi (pada Taurat) dan Nashrani (percaya pada Taurat dan Injil).
          Sementara Yusuf Qardlawi membagi golongan non Muslim atas golongan musyrik, murtad, Bahāi dan Ahlul Kitab.
         Titik tolak penggolongan Al Jaziri dari segi kitab, sedang Yusuf Qardlawi dari segi nama untuk tiap golongan. Dalam rinciannya sama, hanya Yusuf Qardlawi menambahkan golongan ateis dan Bahāi.
Selanjutnya Yusuf Qardlawi mengingatkan banyaknya madharat yang mungkin terjadi karena perkawinan dengan wanita non Muslim :
1. Akan banyak terjadi perkawinan dengan wanita-wanita non Muslim. Hal ini akan berpengaruh kepada perimbangan antara wanita Islam dengan laki-laki Muslim. Akan lebih banyak wanita Islam yang tidak kawin dengan pria Muslim yang belum kawin.
2. Suami mungkin terpengaruh oleh agama istrinya, demikian pula anak-anaknya. Bila terjadi, maka “fitnah” benar-benar menjadi kenyataan.
3. Perkawinan dengan non Muslimah akan menimbulkan kesulitan hubungan suami-istri dan pendidikan anak-anak. Lebih-lebih jika pria Muslim dan kitabiyah beda tanah air, bahasa, kebudayaan dan tradisi, misalnya Muslim timur kawin dengan kitabiyah Eropa atau Amerika.
        Dari segi agama, lemahnya posisi pria Muslim tersebut sangat berbahaya bila kawin dengan kitabiyah. Karena itu kawin dengan kitabiyah harus dijauhi. Pada masa Umar bin Khattab kaum Muslimin sangat kuat. Umar melarang kaum Muslimin kawin dengan kitabiyah dan para sahabat yang beristri kitabiyah ia suruh untuk menceraikannya. Jika dalam posisi kaum Muslimin kuat saja, dilarang kawin dengan kitabiyah, apalagi sesudah kaum Muslimin lemah, seperti pada masa kini, misalnya di Indonesia.
Kesimpulan
         Dalam kaitan hukum pernikahan antara kaum Muslimin dan Muslimat dengan orang-orang yang bukan Islam, orang-orang bukan Islam dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu golongan kaum musyrikin dan golongan Ahlul Kitab. Kaum Muslimat diharamkan secara mutlak kawin dengan pria non-Muslim, baik dari golongan musyrikin maupun dari golongan ahlul kitab. Demikian pula kaum muslimin “haram secara mutlak” kawin dengan wanita musyrik. Menurut pandangan Masjfuk hikmah diperbolehkannya perkawinan pria Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi (Kitabiyah) ialah karena pada hakekatnya agama Kristen dan Yahudi itu satu rumpun dengan agama Islam, sebab sama-sama agama wahyu (revealed religion), maka jika wanita kitabiyah kawin dengan pria Muslim yang baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya, dapat diharapkan atas kesadaran dan kemauannya sendiri wanita itu masuk Islam, karena merasakan dan menyaksikan kebaikan dan kesempurnaan ajaran agama Islam, setelah ia hidup ditengah-tengah keluarga Islam yang baik.
Menurut pengamatan Masjfuk Zuhdi, bahwa perkawinan antar orang berlainan agama bisa menjadi sumber konflik yang dapat mengancam keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga.
         Penulis sendiri menyarankan supaya ajaran Islam harus tetap dijadikan dasar untuk menentukan sah tidaknya suatu perkawinan. Pertimbangan yang lain jangan mengalahkan pertimbangan agama. Hendaknya berpendirian kuat bahwa nikah dengan non Islam adalah haram, termasuk antara pria Islam dengan wanita Kristen di Indonesia.wallahu a'alam bishawab
Daftar Pustaka
Al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut, Dar-ihya al-Turats al-‘Araby.
Ridha,Rasyid, Tafsir Al Manar, Vol. VI, Cairo, Darul Manar, 1367 H.
Sukarjo, Ahmad, Problematika Hukum Islam Kontemporer.
Vide Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh, Vol. II, Cairo, Al-Mathba’ah al-Yusufiah, 1931
Beale, Courtenay, Marriage Before and After, London, The Wales Publishing Co.
Zuhdi, Maszfuk, Masail Fiqhiah

11 comments:

Rinda said...

emang lebih baik pny psangan yg 1 agama ya,biar bisa slng membimbing, syukur2 kalo beda agama tp bisa bimbing masuk ke agama qT, pahalanya pst gde bgt....

With Love,

|
|
V

Miss Rinda - Personal Blog

Kapten Teknologi said...

berbeda agama kasian sama anaknya. maka akan selalu berbeda pendapat. nice post :)

tiwi said...

informasi bgs...,tfs...

Anonymous said...

Pernikahan beda agama, difficult to do 'n difficult to avoid..

one.devs said...

Keyakinan pada satu pendirian dan bekal ilmu yang memadai adalah hal tepat untuk mengambil sebuah kesimpulan yang pasti berarti..

herizal alwi said...

Pernikahan Wanita Muslimah dan Pria Non Muslim

Tentang status pernikahan wanita muslimah dan pria non muslim disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)

Pendalilan dari ayat ini dapat kita lihat pada dua bagian. Bagian pertama pada ayat,
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ
“Janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada suami mereka yang kafir”
Bagian kedua pada ayat,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ
“Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu”
Dari dua sisi ini, sangat jelas bahwa tidak boleh wanita muslim menikah dengan pria non muslim (agama apa pun itu)

Pernikahan Wanita Muslimah dan Pria Non Muslim

Tentang status pernikahan wanita muslimah dan pria non muslim disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)

Pendalilan dari ayat ini dapat kita lihat pada dua bagian. Bagian pertama pada ayat,
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ
“Janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada suami mereka yang kafir”
Bagian kedua pada ayat,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ
“Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu”
Dari dua sisi ini, sangat jelas bahwa tidak boleh wanita muslim menikah dengan pria non muslim (agama apa pun itu)

Unknown said...

bagaimana jika sudah terlanjur menikah, dan sebelum menikah masuk islam tp setelah pny anak kembali ke agama masing2. apa yg harus diperbuat sementara si suaminya( kristen) tidak mau menceraikan istrinya (muslim). apakah bisa secara otomatis cerai tanpa persetujuan dr suami?

Sang Khalifah said...

@mariana: afwan tu rply...hal sperti ini krang memang sudah sring terjdi di khidupn masyarakat sekrang, maka di srankan untuk para perempuan muslimah harus pintar2 pilih psangan, lelaki bukn hanya sebagai pasangan tpi mereka hrus bsa jadi imam, imam d dunia maupun akherat.

kalau hal itu sdah terjdi, sperti yng anda tanyakan, hal sperti itu bsa langsung diajukan ke pengadilan agama, tapi alngkah baiknya diselesaikan atau dimusyawarhkan dulu secara kekeluargaan. syukron

nikahbedaagama said...

untuk berkonsultasi tentang nikah beda agama silahkan berkunjung ke www.nikahbedaagama.org

percetakan undangan said...

Semoga alloh memberi hidayah kepada yg terlanjur nikah beda agama :-)

Tausiyah Islam said...

Semoga saya di jauhkan dengan jodoh wanita non islam :D

Post a Comment

"Bagi sobat-sobat yang ingin mengcopy article di atas tolong copy juga alamatnya"
==== >>> Terimakasih Atas Kerjasamanya--Sukses Selalu >>> ===

Thank you 4 your visit

Info Sang Khalifah

Member Follow ME

Presented by

bisnis internet

free web site trafffic and promotion
Page Rank Check
Law Blogs

Ikut Gabung Yuk..!!
There will be no exception Eternal Eternity Itself - Sang Khalifah - Copyright 2010 - Muhammad Deden Suryadiningrat - I Could If I'm Doing I Can Surely